Bismillahirahmanirahim...
Ada yang suka dongeng? mungkin anak anak di era modern ini sudah tidak lagi menyukai dongeng, siapa yang akan menyukai dongeng, lebih baik nonton Tv mungkin begitu fikirannya. tapi bagi anak yang lahir di era 80-90 dongeng masih sangat populer, masih sering terbayang ketika bibir lelah ibu menceritakannya di setiap malam sebelum tidur kami.
Berikut ini juga merupakan sebuah dongeng yang pernah penulis baca di salah satu majalah anak anak sewaktu kecil, mohon maaf penulis tidak bisa mencantumkan nara sumbernya, hal ini di karenakan penulis sendiri juga tidak tau siapa pengarang asli dari dongeng ini, dan majalah yang pernah penulis punya dulu kini entah dimana, penulis sendiripun tak tahu bagaimana kabarnya.
Suatu ketika di sebuah desa hiduplah seorang petani beserta istrinya yang cantik jelita, mereka hidup di sebuah rumah di tepi danau. selain bertani sesekali si petani ini juga pergi ke danau untuk menangkap ikan, semua itu tidak lain ia lakukan hanyalah untuk memenuhi kebutuhan istri tercinta. si cantik jelita, yang kecantikannya serupa dewi kahyangan (katanya).
suatu ketika, ketika si petani pulang menangkap ikan, ia menemukan istrinya tengah tertidur pulas, rambut panjangnya mengurai indah, penat benar ia hari ini, setelah menangkap ikan dan menggarap sawah. namun setelah melihat kedapur ternyata si istri yang cantik jelita ini belum juga menanak nasi, kembali di tatapnya istrinya yang tengah pulas kemudian berkata "ah.. lelah benar istriku kiranya." dengan sebuah senyum kemudian berlalu menuju dapur tanpa mengganggu tidur istrinya.
setelah api di tunggu hidup mulailah ia menanak nasi dan menyiapkan bumbu gulai untuk ikan, senja memanggil di ujung sana, menggapai gapai dengan kegelapan. harumnya gulai mulai tercium memenuhi ruangan dapur, memancing gelora di tenggorokan, akan nikmat tampaknya.
setelah selesai memasak si petani menyiapkan keperluan untuk makan, setelah membersihkan dirinya, ia memanggil istrinya yang jelita. tapi senyap tiada sahutan, "ah..lelah benar istri ku " ujarnya lagi. kemudian ia memasuki bilik tempat dimana istrinya sedang tertidur, diusapnya kepala istrinya, di ciumnya satu dua kali kening istrinya. kemudian di panggilnya lagi, tapi tetap senyap, tiada jawaban dari si pemilik bibir merah delima, di belainya lagi rambut panjang yang mengurai itu, di panggilnya lagi dengan lembut. tapi tetap bibir lembut itu terkatub.
keheranan si petani melihat tingkah istrinya, mulai cemas, mulai gelisah hatinya.
tak tahan dengan keheranan, ia memanggil tetangganya. alamak.... kaget alang kepalang, seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya, serta yg di dengarnya dari tetangga, ternyata istri yang cantik jelita itu telah tiada. jatuh menitik air matanya, tak ingat lagi akan pedihnya perut yang belum terisi.di peluknya tubuh kaku itu.
"aku tidak akan membiarkan kamu mati" bisiknya, setelah hari itu, siang malam ia berusaha mencari tabib, dan orang sakti kemana mana, hartanya pun satu persatu habis, uang terakhirya ia belikan kepada rumah perahu, ia bawa istrinya kemana pun ia pergi, tak pernah letih, takpernah mau berhenti mencoba menghidupkan istrinya tak peduli orang bilang ia gila.
suatu hari kapalnya tertumbuk kesebuah tepian desa, si petani yang sudah tidak makan beberapa hari itu, mengumpulkan sisa tenaganya untuk berjalan kearah desa, satu dua penduduk desa yang iba memberikannya roti gandum sisa, lama berjalan sampailah ia di sebuah pondok tua, di huni orang tua pula, kabarnya orang ini tau bagaimana menghidupkan istrinya.
sedikit berbincang, sedikit mengadu dan mengeluhkan kesahnya, akhirnya orang tua ini memberikan petunjuk bagaimana menghidupkan lagi istrinya. kau lihat bukit itu, ujarnya. bukit yang puncaknya tertutup awan itulah tempatnya, disana tinggallah seorang dewa yang konon katanya bisa mengabulkan permintaan mu. pergilah..
tanpa Ba Bi Bu si petani yang dengan tenaga separuh nyawa itu segera berpamitan dan berucap terima kasih, ia berlari lari awalnya dengan langkah kaki teruyung uyung, di seretnya juga kaki penat itu, jangan kan puncaknya bukit itu, jalanan dikaki bukit ini sana sudah sangat menghalanginya, satu dua kali ia terjatuh, tapi ia bangkit lagi, melangkah lagi, berjalan lagi, berlari lagi, lebih kuat, lebih kencang dari sebelumnya, setiap kali senyuman istrinya melintas, air matanya satu dua menetes, lantas berlari lagi, terjatuh lagi, bangkit lagi, tak terhitung berapa kali ia jatuh, tak peduli ia akan luka yg sudah dibasuh darah kakinya, sapaan batu batu gunung yang tajam kepada kakinya tidak ia pedulikan, sudah mati. mati rasa semenjak tubuh kaku di dalam perahu kecil itu tak tersenyum lagi.
di sisa sisa tenaganya sampailah ia di puncak bukit, ia memohon kepada dewa agar bisa sudi menghidupkan istrinya kembali. melihat kesungguh sungguhan di petani akhirnya dewa mengabulkan permintaannya seraya berkata "wahai manusia, berkat usahamu yang gigih maka aku akan mengabulkan permintaan mu, berikanlah tiga tetes darah mu kepada istrimu, namun apabila suatu saat engkau meminta darah itu kembali, maka ingatlah istrimu tidak akan pernah hidup lagi."
mendengar perkataan si Dewa tidak terkira senangnya hati petani, ia berlari lebih kencang dari sebelumnya, tak peduli berapa kali ia tersungkur ia tetap bangkit dan kemudian berlari lagi.
setibanya di perahu, si petani langsung memberikan tiga tetes darahnya kepada istrinya, perlahan mata istrinya mulai terbuka, terlihat senyum senyum tipis di bibir pucatnya, meski demikian tak kurang barang sehelai benang pun kecantikannya. melihat istrinya sudah hidup kembali, si petani memeluknya, kemudian mengayuh perahu kecil itu menuju sebuah dermaga di dekat pasar, istriku mungkin lapar pikirnya.
dipautkannya tali perahu, agar perahu tidak terbawa arus, ia berlabuh di sekitar kapal kapal besar yang mewah, mungkin milik saudagar kaya dari negeri seberang.
segera ia berpamitan kepada istrinya untuk membeli beberapa roti kering, si istri yang cantik jelita hanya tersenyum dan mengangguk, mungkin ia terlalu lemah untuk mengeluarkan suara.
perahu yang sempit itu membuat si istri tidak leluasa untuk bergerak, di tengokannya kepalanya keluar jendela, amboiii... kapal siapa ini besar sekali pikirnya, sebuah kapal besar dan mewah berlabuh tepan di sebelah perahu kecil si petani.
tanpa sengaja saudagar kaya yang baru keluar dari kapal itu melihat istri petani yang cantik jelita, amboii.. mak cantik sekali wanita ini pikirnya. kemudian saudagar ini berkata "wahai puan yang indah rupa, apa yang puan lakukan di perahu itu." menjawablah si istri petani "jika itu yang tuan tanyakan inilah nasb hamba, ini adalah perahu hamba." tersenyum saudagar kaya, berbalas tanyaku kiranya. ucapnya "jika demikian sudikah puan menggantikan nasib puan dengan kapal kami?" tanyanya lagi."siapa tak sudi tuan ku, namun apakah hamba pantas berada di kapal semegah itu."
singkat cerita setelah si petani kembali keperahu kecilnya dengan membawakan beberapa roti kering, terkejut ia, panik luar biasa, seolah kehilangan harta yang paling berharga. bagaimana tidak si cantik celita yang beberapa jam lalu ia tinggalkan sudah menghilang tiada jejaknya.
sebulan kemudian setelah mencari kemana mana, kembalilah si petani ke dermaga di tempat ia meninggalkan istrinya. kapal mewah yang berlabuh di sebelahnya dulu ternyata di sana pula. perlahan si petani mengayuh perahunya menepi.
terkejut luar biasa, ketika tak sengaja sepasang matanya menatap wajah yang paling ia kenal, wajah yang kini jauh lebih cantik bersemu merah jambu, duhai pupurnya, cantiknyo mak oi... istriku ucapnya,
berlari lari ia menujukapal besar itu, tanpa mengetuk bilik ia langsung mendobrak pintu bilik dikapal itu, sontak si jelita yang tengah mengenakan parfum itu kaget, botol parfumnya terlepas, jatuh dan pecah serta merta seisi ruangan berbau harum surgawi, si petani yang kumal dengan wajah lusuh menatap haru kepada istrinya, "cantik nya kau dik..." ucapnya "mari pulang"
si istri langsung menggeleng "tidak," ucapnya "aku akan berikan apapun kepada mu asal kau mau menjauh dari hidupku" kaget bukan main si petani mendengar jawaban istrinya, hampir berhenti jantungnya seketika.
"tak tahukah kau dik aku begitu mencintai mu?"
bukan menjawab dengan baik si istri malah memaki suaminya, "aku akan berikan berapapun uang yang kamu mau" ucapnya lagi
menetes air dari mata si petani lusuh, tangan tangan kasarnya mengusap perlahan, dengan pelan ia berkata "baiklah dik jika itu pinta mu, kembalikan saja tiga tetes darah ku. dan bahagialah bersama harta mu."
si istri yang tidak tahu betapa berharganya tiga tetes darah itu langsung menusuk kan jarum kejarinya dengan maksud mengembalikan tiga tetes darah si petani. tetesan pertama berlalu, kedua, dan ketiga, tubuh si cantik jelita langsung lunglai tanpa nyawa.
konon istri dari petani miskin inilah yang berubah menjadi nyamuk, dan mencoba menemukan tiga tetes darahnya. untuk mencari kehidupan di masa lalu.
NB: Cerita ini hanya dongeng dan hiburan semata